Mimpi seorang pemuda

Aku hanyalah seorang remaja yang bermimpi akan keadilan dan kemakmuran bagi bangsaku indonesiaku ini

Jumat, 13 Mei 2011

SEBUAH DONGENG ANTARA KIRI DAN KANAN

Berikut inia adalah sebuah cerita pendek yang mengisahkan antara si kiri yang bijaksana,tidak mementingkan diri sendiri dan cinta kepada rakyat kecil dan si kanan yang sangat rakus,jahat dan licik berikut inilah ceritanya walaupun pendek tetapi bermakna cerita karya JUAN CLAUDIO CAHYANEV INI



KANAN : AKU PERNAH TINGGAL DALAM ABSOLUTISME FEODAL
KIRI     : KAU SLALU ADA SISI YANG SALAH
KANAN : KAU YANG SALAH !!! AKU MAKMUR DAN TERHORMAT
KIRI     : IYA DENGAN TINDASAN YANG TERHADAP KAUM MARJINAL DAN PROLETAR
KANAN : SEMUA MILIK PENGUASA DAN PENGUSAHA AKU KAYA

KIRI :IYA I2 DONGENG DONGENG KAPITALISME MIMPI DARI NEOLIBEALISME
KANAN :KENAPA KAU TAK KERJA SUDAH TERIMA SAJA NASIBMU TANGAN KOTOR
KIRI: AKU TAK MAU DIPERINTAH DALAM TELUNJUK BUSUK KAMU TANGAN LEBIH KOTOR
KANAN : APA MAKSUDMU??
KIRI : KAU LEBIH TAHU DIMANA KESERAKAHAN SIMPANGANMU
KANAN : ITU HASIL USAHA DAN TIMBALBALIK DARI MODAL PRODUKSI MILIKU
KIRI : IYA ITU USAHAMU HASIL TAK SEIMBANG DENGAN OUTSOURCHING DIMANA2

KANAN TAU APA TTG PEREKONOMIAN KAMU
KIRI : KOLEKTIVISME USAHA KN LEBIH ADIL DAN MERATA DALAM SISTEM SOSIALIS MARX
KANAN : SUDAHLAH INI MODALKU TETAPLAH KAU BELA JELATA TAK BERGUNA ITU
KIRI : BAIK TETAPLAH BERADA DI SIMPANGANMU DAN AKU AKAN ADA DI SIMPANGAN MILIKKU DALAM MELAWANMU
KANAN : BODOH KAU INI
KIRI : LIHAT KIRI AKAN TETAP DIKENAL DALAM KEHIDUPAN MARJINAL
KANAN : AKU LEBIH MULIA
KIRI : KEMULIAAN DARI KESERAKAHAN PARA PEMEGANG MODAL DAN BIROKRAT KOMRADOR

KANAN PUN TETAP BERADA DISIMPANGANNYA DAN KIRI BANGKIT DAN MEMBENTUK PERSIMPANGAN BARU DALAM REALITAS KEHIDUPAN ANTARA HINA DAN MULIA BERTUMPU PADA HARAPAN TIAP SISI UNTUK MEMBERI KEKUATAN DALAM PERANG MELAWAN SEBUAH KELAS

KEHINAAN AKAN MENJADI MULIA DAN KEMULIAAN AKAN BERAKHIR HINA

Rabu, 11 Mei 2011

SOSIALISME PANCASILA (SOSIALISME INDONESIA)

PANCASILA ADALAH IDEOLOGI PEMBIMBING DARI PADA SELURUH RAKYAT INDONESIA KITA.TUJUAN BESERTA CITA-CITA  DARI REVOLUSI NASIONAL DAN DEMOKRATIS YANG DIGELORAKAN OLEH BUNG KARNO SEJAK DULU DARI BELIAU MUDA HINGGA AKHIR KEKUASAANYA ADALAH UNTUK MEMBANGUN SOSIALISME INDONESIA,YAITU TATA MASYARKAT YANG ADIL DAN MAKMUR BERDASARKAN PANCASILA.SOSIALISME INDONESIA BERISI PERPADUAN YANG SELARAS DARI UNSUR-UNSUR KEADILAN SOSIAL DAN UNSUR-UNSUR INDONESIA SEPERTI YANG TERGAMBAR PADA AZAS GOTONG ROYONG DAN KEKELUARGAAN YANG MERUPAKAN CIRI-CIRI POKOK DARI KEPRIBADIAN INDONESIA.
DALAM MELAKSANAKAN KEADILAN SOSIAL YANG BERLANDASKAN GOTONG ROYONG DAN KEKELUARGAAN.TUJUAN YANG DIKEJAR DAN YANG HARUS DILAKSANAKAN DARI SOSIALISME INDONESIA INI ADALAH KESEHJAHTERAAN BERSAMA,DIAMANA TERDAPAT KEMAKMURAN MATERIL DAN SPIRITUAL  DALAM BENTUK KEKAYAAN UMUM BENDANIAH DAN ROHANIAH YANG MELIM
PAH SERTA PEMBAGIAN YANG RATA DAN SESUAI DENGAN SIFAT-SIFAT MASING MASING WARGA DALAM KELUARGA BANGSA.
SOSIALISME INDONESIA MENGAJARKAN DALAM BIDANG POLITIK UNTUK TERCAPAINYA NEGARA INDONESIA YANG PANJANG DAN LUAS KEAMHSYURAANYA SERTA TINGGI UNGGUL MARTABAT DAN KEWIBAWAANYA,DIMANA RAKYAT DAN PEMERINTAH BERSATU PADU UNTUK MEWUJUDKAN KESEHJAHTERAAN BERSAMA.
DALAM BIDANG EKONOMI,SOSIALISME INDONESIA MENGEJAR TERWUJUDNYA SUATU TATA PEREKONOMIAN YANG DISUSUN SEBAGAI USAHA BERSAMA BERDASARKAN AZAS KEKELUARGAAN,DIMANA PEMERINTAH DAN RAKYAT ATAU NEGARA DAN SWASTA BEKERJA BERSAMA SALING ISI MENGISIUNTUK MENJALANKAN PRODUKSI DAN DISTRIBUSI GUNA MEWUJUDKAN KEKAYAAN UMUM YANG BERLIMPAH SERTA PEMBAGIAN YANG ADIL.DENGAN BERPEDOMAN BAHWA BAHWA KEMAKMURAN MASYARAKAT LAH YAANG HARUS SENANTIASA DIUTAMAKAN DAN BUKAN KEMAKMURAN PERORANGAN PRIBADI SAJA.DALAM TATA PEREKONOMIAN KEKELUARGAAN SOSIALISME INDONESIA,HAK MILIK PERSEORANGAN TETAP DIAKUI TETAPI DITUNJUKAN KEPADA BATAS-BATAS YANG DITENTUKAN OLEH FUNGSI SOSIALNYA DALAM USAHA BERSAMA DIBAWAH PEMERINTAHAN NASIONAL YANG REVOLUSIONER.TATA PEREKONOMIAN SOSIALISME INDONESIA BERPEDOMAN DASAR BAHWA TUJUAN DASAR DARI SEGALA USAHA DI LAPANGAN EKONOMI DAN KEUANGAN ADALAH MEWUJUDKAN KEADILAN SERTA MELENYAPKAN PENJAJAHAN DALAM BENTUK APAPUN DAN PEMBERANTASAN PERBUDAKAN YANG MEMANDANG MANUSIA HANYA SEBAGAI ALAT UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI ATAU GOLONGAN SENDIRI.
DALAM BIDANG SOSIAL,SOSIALISME INDONESIA MENGEJAR TERCAPAINYA SUATU MASYARAKAT YANG AMAN TENTERAM DAN SEJAHTERA,DIMANA PARA WARGANYA DAPAT SENANTIASA BEKERJA DENGAN AMAN DAN ATAS DASAR KEKELUARGAAN DAN GOTONG ROYONG,SERTA TERJAMIN ADANYA CUKUP MAKANAN,PAKAIAN,PERUMAHAN,PEMELIHARAAN KESEHATAN,DAN PENDIDIKAN SERTA JAMINAN DIHARI TUA BAGI SETIAP WARGANYA.TAK LUPA PULA MASYARAKAT SOSIALIS INDONESIA HARUS DAPAT MEMBERIKAN JAMINAN BAHWA SETIAP WARGANYA  DAPAT MENIKMATI DAN MENGEMBANGKAN KEBUDAYAAN SERTA MENYEMPURNAKAN HIDUP KEROHANIANYA,HINGGA SUNGGUH-SUNGGUH TERLAKSANA KESEJAHTERAAN LAHIR DAN BATIN.

SOSIALISME INDONESIA SEBAGAI, RUMUSAN DARI AMANAT PENDERITAAN RAKYAT  YANG DIMULAI DARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN 1945 LALU  TERHENTI DITAHUN 1966 HINGGA SEKARANG  AKIBAT KEBIADABAN DAN KELICIKAN REZIM ORDE BARU.PANCASILA IDEOLOGI PERJUANGAN SERTA PEMBIMBING DARI RAKYAT INDONESIA TELAH DINODAI OLEH  PARA NEKOLIM ORBA DAN SEKARANG TETAP TERNODAI OLEH PEJABAT-PEJABAT SISA ORDE BARU YANG KORUP.CITA-CITA FOUNDING FATHER KITA YAITU BUNG KARNO DIMANA MENGIGINKAN MASYARAKAT INDONESIA YANG ADIL DAN MAKMUR SERTA DAPAT HIDUP BERBAHAGIA BELUM DAPAT DILAKSANAKAN.MANGKANYA DARI ITU KITA SEBAGAI  KAUM PEMUDA YANG PROGRESIF KIRI HARUS BISA BERJUANG UNTUK MEWUJUDKAN CITA CITA BELIAU.UNTUK TERBANGUNYA INDONESIA YANG BERSOSIALISME BERSIH DARI MUSUH-MUSUH RAKYAT YAITU KAUM NEKOLIM(NEO-KOLONIALISME DAN IMPERIALISME) DENGAN MENGGELORAKAN REVOLUSI NASIONAL DAN DEMOKRATIS INDONESIA DENGAN DIBIMBING SEMANGAT PANCASILA DAN MARXISME-LENINISME!!.BAYANGKAN REVOLUSI KITA NANTI AKAN MENJADI REVOLUSI YANG TERBESAR SETELAH REVOLUSI OKTOBER RUSIA!!


HIDUP SOSIALISME INDONESIA

HIDUP KAUM SOSIALISME KOMUNIS

HIDUP RAKYAT KECIL MARHAEN

DAN HIDUPLAH REVOLUSI INDONESIA YANG MENGEMBARA BAGAIKAN API YANG TAK BISA PADAM

                                                                                 

Selasa, 10 Mei 2011

PARA NEKOLIM TAKUT AKAN KAUM KOMUNIS MERAJAI INDONESIA

Indonesia pernah menjadi salah satu kekuatan besar komunisme dunia. Kelahiran PKI pada tahun 1920an adalah kelanjutan fase awal dominasi komunisme di negara tersebut, bahkan di Asia. Meskipun DN Aidit seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit mengikuti paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan. Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Sukarno, ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.
Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer.


1. Semaoen


Sejak usia 15, ia sudah bergabung dengan ISDV. Ia berguru langsung kepada Heenk Sneevliet dalam mempelajari ilmu sosisalis komunis. Semaoen adalah ketua pertama PKI. Saat diangkat menjadi pemimpin, usianya masih relatif muda, yaitu 20. Dalam pemikirannya, Semaoen banyak menggabungkan antara pemikiran Islam dan Komunis.
Hal itu terjadi karena pada masa kecilnya, Semaoen adalah anggota Serikat Islam. Bahkan, ia adalah salah satu orang yang membangun hubungan baik antara Serikat Islam dan Partai Komunis pada awal 1920-an.

2. Tan Malaka

 
Tan Malaka adalah orang yang dikagumi karena kecerdasannya. Ia menggagas pemikiran Madilog (Matrealisme Dialektika dan Logika). Selain Madilog, ia menulis beberapa buku, seperti Dari Pendjara ke Pendjara dan Gerpolek. Bahkan, ia adalah orang pertama yang mendeklarasikan Partai Republik Indoneisa di Bangkok. Selama masa hidupnya, Tan Malaka banyak sekali diasingkan dari negeri Idonesia.
Saat pengasingan, Tan Malaka hijrah ke Moskow, Berlin, dan Belanda. Meskipun berada di luar Indonesia, Tan Malaka tidak penah berhenti mempejuangkan kemerdekaan. Ia menulis banyak artikel dan melakukan berbagai propaganda politik melalui media luar negeri. Tan Malaka meninggal pada 1949. Harry A Poeze, sejarawan asal Belanda, menyebutkan bahwa ia mati ditembak TNI di lereng Gunung Wilis, Kediri.

3. D.N Aidit
Dipa Nusantara Aidit merupakan tokoh yang berpengaurh di PKI pada 1960-an. Ia juga dituding sebagai dalang penculikan beberapa petinggi TNI pada 1965. Aidit berhasil membawa PKI menjadi partai terbesar di Indonesia pada 1965 karena ia berhasil mendekati Soekarno. Bahkan, Aidit sempat meminta Soekarno untuk membuat angkatan perang ke-5 di Indonesia. Aidit ingin para buruh dan tani dipersenjatai oleh pemerintah.
Setelah dituding menjadi dalang dalam Gerakan 30 September, Aidit mulai melarikan diri ke berbagai tempat. Sebelum akhirnya tertangkap di Jawa Tengah, Aidit pernah berpindah-pindah dari Jogja, Solo, hingga Banyuwangi. Kematian Aidit masih menjadi misteri karena jenazahnya sampai hari ini tidak bisa ditemukan.


4.MUSSO 
 

Musso atau Paul Mussotte bernama lengkap Muso Manowar atau Munawar Muso lahir: Kediri, Jawa Timur Tahun 1897, Ia adalah seorang tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia  (PKI) pada era 1920-an dan dilanjutkan pada Peristiwa teror putih Madiun. Musso adalah salah satu pemimpin PKI di awal 1920-an. Dia adalah pengikut Stalin dan anggota dari Internasional.Musso terbunuh pada tanggal 31 oktober tertembak pada saat pelarian.




Selanjutnya marilah kita simak artikel dari majalah tempo online.

PRRI: Membangun Indonesia tanpa Komunis
R.Z. Leirissa

Pada 15 Februari 1958, sejumlah tokoh militer dan sipil di Padang memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Peristiwa itu merupakan puncak gunung es dari kemelut yang dihadapi bangsa Indonesia pasca-Revolusi. Yang tidak kurang penting adalah telantarnya pembangunan ekonomi, yang membawa kemelaratan banyak orang. Pemerintah pusat di Jakarta meremehkan kejadian di Padang itu sebagai suatu "gerakan separatisme". Tapi pihak daerah yang bergolak melihat tindakan mereka sebagai upaya mencegah jatuhnya Republik Indonesia ke tangan komunisme.
Sejak pertengahan 1950-an, konflik mulai meningkat di kalangan partai-partai politik yang anti dan pro-komunis. Dalam Pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) merebut tempat keempat, setelah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, dan Nahdlatul Ulama. Sejak itu, kesadaran akan bahaya komunisme di Indonesia terus meluas. Kekhawatiran itu makin bertambah ketika dalam pemilihan daerah di Jawa pada Juni-Agustus 1957 PKI mengungguli semua partai lain dengan kedudukan nomor satu.
Partai-partai antikomunis, seperti Masyumi dan PSI, mempertaruhkan semua kekuatan untuk menghambat PKI. Tapi kecenderungan Presiden Soekarno memihak PKI menjadikan mereka tak berdaya. Dalam konflik intern, Perang Dingin juga menjadi faktor penting. PSI dan Masyumi dianggap oleh Soekarno sebagai "antek" Barat, tapi bagi kedua partai itu keberpihakan pada Barat adalah strategi untuk menghambat berkuasanya PKI di Indonesia. Ketidakberdayaan itu makin dirasakan ketika Mohammad Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden pada awal Desember 1957. Intimidasi dan provokasi yang dilontarkan media PKI terhadap tokoh-tokoh Masyumi menyebabkan akhirnya, pada Desember 1957, ketua partai itu, Mohammad Natsir, terpaksa menyingkir ke Padang. Dr Sumitro Djojohadikusumo, yang mengalami intimidasi seperti itu, juga terpaksa meninggalkan Jakarta.
Sementara suhu politik di Jakarta terus meningkat, pada saat yang bersamaan di berbagai daerah muncul kritik yang tajam terhadap pemerintah. Masalah utama adalah kemiskinan dan tidak adanya pembangunan ekonomi. Keadaan itu dimanfaatkan oleh para panglima daerah di Sumatera dan Sulawesi untuk mendapat dukungan rakyat atas permasalahan mereka sendiri. Sejak Nasution diangkat kembali oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, muncul rasa ketidakpercayaan kepada Kepala Staf Angkatan Darat, yang pernah dinonaktifkan oleh Soekarno sendiri berkaitan dengan "Peristiwa 17 Oktober 1952" (penolakan militer atas campur tangan sipil dalam "urusan intern militer").
Kekhawatiran muncul ketika itu karena kerja sama Nasution dengan Soekarno diduga bisa memperkuat posisi PKI. Karena itu, ketika Nasution memutuskan untuk melakukan tour of duty (pemindahan tempat kedudukan para panglima), para panglima daerah di luar Jawa membangkang. Pembangkangan itu dimulai di Sumatera Tengah, ketika pada 25 November 1956 Panglima Divisi Banteng Letnan Kolonel Ahmad Husein membentuk Dewan Banteng dan mengambil alih kekuasaan atas provinsi itu. Kemudian Panglima Divisi Bukit Barisan Kolonel Simbolon membentuk Dewan Gajah pada 22 Desember 1957. Dua hari kemudian, di Palembang, Panglima Divisi Gajah membentuk Dewan Gajah. Di Indonesia Timur, pada 2 Maret 1957, Panglima Divisi Wirabuana Letnan Kolonel Sumual membentuk Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) di Makassar dan mengambil alih kekuasaan atas provinsi itu. Para panglima itu berhasil membuka hubungan dagang dengan Singapura sehingga menghasilkan uang yang banyak untuk digunakan bagi pembangunan daerah. Bahkan dalam beberapa bulan saja Indonesia Timur menjadi sangat makmur.
Akhir Maret 1957, sepuluh perwira staf Markas Besar Angkatan Darat mengambil inisiatif untuk mencari jalan keluar dari kemelut yang sudah meluas menjadi konflik daerah itu. Maksud mereka dibicarakan dengan Perdana Menteri Djuanda, yang ternyata sangat mendukung upaya rekonsiliasi itu. Para perwira Markas Besar Angkatan Darat itu dikirim ke daerah-daerah yang bergolak untuk kemungkinan menyelenggarakan suatu pertemuan nasional di Jakarta. Letkol Sumual, yang menyadari bahwa inisia-tif itu adalah satu-satunya cara penyelesaian, lalu datang ke Jakarta dan menghubungi Djuanda. Dengan Djuanda dia sepakat langkah pertama ke arah musyawarah nasional itu adalah pertemuan antara para tokoh militer dan sipil di daerah bergolak untuk meyakinkan mereka bahwa musyawarah nasional merupakan jalan terbaik.
Pertemuan di Palembang yang direncanakan itu berlang-sung pada 8 September, dua hari sebelum musyawarah nasional dibuka. Kehadiran Mohammad Natsir jelas mempengaruhi keberhasilan pertemuan itu. Bahaya komunisme yang mengancam Indonesia mendapat tekanan khusus dari tokoh politik kawakan ini. Di bawah pengaruhnya, semua eksponen daerah bergolak itu menyatakan solidaritas dan membentuk satu dewan saja dengan nama Dewan Perjuangan. Keputusan yang diambil di Palembang- yang dicantumkan dalam "Piagam Palembang" pada da-sar-nya merupakan usul bersama dari daerah bergolak, yang terdiri atas lima hal: (1) pemulihan dwitunggal Soe-kar-no-Hatta, (2) penggantian pimpinan Angkatan Darat, (3) pembentukan senat di samping Dewan Perwakilan Rakyat untuk mewakili daerah-daerah, (4) melaksanakan otonomi daerah, dan (5) melarang komunisme di Indonesia.
Musyawarah nasional berlangsung di Jakarta pada 10-15 September 1957. Seluruh usul Dewan Perjuangan ternyata diterima, kecuali pembubaran PKI. Bahkan dibentuk suatu panitia yang terdiri atas tujuh orang untuk merehabilitasi para perwira daerah yang oleh Nasution dianggap sebagai pembangkang. Keputusan Panitia Tujuh direncanakan akan diumumkan pada 13 Desember dan para "perwira pembangkang" akan direhabilitasi serta dikembalikan ke kedudukan semula.
Dari kelima usul Dewan Perjuangan itu, dalam perjalanan sejarah, tiga akhirnya terwujud. Pembubaran PKI dilakukan oleh Orde Baru, sementara otonomi daerah dan pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (semacam senat) di samping Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan pada masa reformasi.
Namun, sebelum Panitia Tujuh mengumumkan hasilnya, pada 30 November, terjadi upaya pembunuhan Presiden Soekarno ketika ia hendak meninggalkan upacara wisuda putranya di Perguruan Cikini. Tanpa melakukan penelitian yang menyeluruh, pemimpin Angkatan Darat menuduh para perwira daerah sebagai pelaku atau dalangnya. Terutama Kolonel Zulkifli Lubis, perwira intelijen yang disegani, yang menjadi bulan-bulanan.
Sekalipun tokoh-tokoh daerah bergolak yakin tidak bersalah, hukuman telah dijatuhkan dan mereka terpaksa menyingkir lagi ke Sumatera untuk menghindari penangkapan.
Pusat pun mengibarkan bendera perang terhadap daerah-daerah bergolak. Para eksponen pergolakan itu berkumpul lagi di Sungai Dareh, Sumatera Barat, buat membicarakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi permusuhan dari pusat itu. Tokoh politik seperti Mohammad Natsir dan Sumitro Djojohadikusumo ikut aktif dalam pertemuan itu. Bahkan Natsir menganjurkan agar dilakukan perlawanan untuk membela diri. Nada pertemuan itu sesuai dengan ungkapan civis pacem parabellum ("untuk berdamai harus siap berperang"). Para perwira lain dikirim ke Singapura untuk membeli senjata. Peran Sumitro Djojohadikusumo sangat penting dalam hal ini.
Dewan Perjuangan kemudian berapat lagi di Padang dan memutuskan untuk menuntut Presiden Soekarno membubarkan kabinet Djuanda dan membentuk kabinet Hatta-Hamengku Buwono. Jakarta dengan sendirinya menolak. Maka, pada 15 Februari 1958, di Padang dibentuk kabinet tandingan dengan nama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Perang pun tidak dapat dihindari.
Harus diakui, peran pemerintah Amerika Serikat dalam kemelut ini juga penting. Melalui kerja sama Dinas Intelijen Amerika (CIA) dan Departemen Luar Negeri (kakak-adik Dulles), disusunlah sebuah rencana besar untuk membantu pergolakan daerah itu. Namun keinginan Amerika Serikat agar di Padang dibentuk "Negara Sumatera" ternyata tidak dituruti. Para eksponen pergolakan yang turut mendirikan Republik Indonesia tampaknya tidak sampai hati menghancurkan apa yang mereka bangun itu. PRRI ternyata adalah pemerintah nasional yang menca-kup seluruh Indonesia juga (dengan sistem federal).
Dari rencana besar CIA-Departemen Luar Negeri Amerika Serikat itu, tinggal peran Howard P. Jones yang ikut serta merancang rencana bantuan Amerika tersebut. Ia kemudian dikirim ke Jakarta sebagai duta besar untuk memantau keadaan-berbeda dengan laporan-laporan CIA yang cenderung membesar-besarkan bahaya komunis.
Jones melaporkan bahwa di kalangan pemimpin Angkatan Darat terdapat kekuatan nyata yang antikomunis. Setelah Menteri Luar Negeri John Foster Dulles sakit kanker, pada 1961 Amerika Serikat mengubah strateginya untuk mendukung kekuatan antikomunis di kalangan tentara dan melepaskan dukungannya terhadap pergolakan daerah. Sejak 17 Agustus 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan amnesti bagi semua tokoh yang terlibat peristiwa PRRI.